Akhirnya kamu mengatakan apa yang terjadi selama ini mas. Aku tak pernah menyangka kalau selama ini kamu bingung harus memilih antara aku atau dia, seseorang yang baru yang dikenalkan oleh keluargamu. Aku selalu dengan gamblang mengatakan apa yang kurasa. Dan, di pertemuan terakhir kita, kukira kita berjalan ke arah yang sama dengan perasaan yang sama. Atau itu hanya kesalahpahamanku belaka. 

Jujur, selama ini aku berada di satu titik antara harus menyerah atau melihat seberapa jauh lagi aku bisa bertahan. Di satu sisi, aku menghormati dan menghargaimu & kata-katamu. Aku percaya kalau masalah kita masih bisa diselesaikan dengan baik. Aku percaya kalau yang terjadi hanyalah kesalahpahaman karena kita belum mengenal terlalu jauh. Tetapi, aku juga menyadari kalau perasaanku diabaikan olehmu.

Ketika aku tahu alasanmu hanya bingung antara aku atau dia dan tidak ada penjelasan lebih lanjut, saat itu juga perasaanku terluka. Kesal, kecewa dan marah campur aduk jadi satu. Aku merasa bodoh. 

Dan di saat itu juga aku sadar, aku harus melepasmu mas. Tidak ada yang suka dijadikan sebagai pilihan, mas. Aku merasa aku pantas untuk bersama orang yang melihatku sebagai satu-satunya wanita dalam hidupnya. Dan itu bukan kamu, mas. Iya, ini berat. Aku harus menghapus perasaan yang sudah tumbuh selama ini dan merelakan kenangan yang pernah terjadi.

Sampai sekarang, terkadang aku ingin menangis jika teringat percakapan kita. Aku penasaran dengan jawabanmu untuk pertanyaan yang belum terjawab. Pikiranku penuh dengan pertanyaan "kenapa" lainnya. Pikiranku melayang ke situasi " seandainya" lainnya. Akankah ini bisa berubah jika aku melakukan sesuatu? Akankah suatu saat kamu kembali padaku? 

Pagi ini aku menemukan sebuah artikel  ( https://tinybuddha.com/blog/redefining-closure-order-move-get-living/ ) yang seusai dengan keadaanku.

 

"No matter how much we want someone to apologize or explain where things went wrong, sometimes we need to accept it's not going to happen and let ourselves move on"

"You can't start the next chapter of your life if you keep re-reading the last one" - unknown.

 

Seolah disadarkan oleh kalimat-kalimat itu, aku akan berusaha untuk mengikhlaskanmu mas. Aku akan berusaha untuk menerima apa yang terjadi di antara kita dan melepaskannya. Ku takkan menambah rasa jika suatu hari nanti kenangan bersamamu datang menghampiri. Aku akan menganggap bahwa takdir kita hanya sampai di sini. Kita berdua pantas untuk bahagia. 

 

 

Ini penutup untuk cerita kita mas ニコニコ

 

 

Hei mas,

Apa kabar?
Hari ini aku kangen ngobrol sama kamu.

Di kepalaku sudah ada berbagai macam pesan-pesan yang ingin kukirim.
Otakku merangkai kata demi kata sedemikian rupa agar kamu tidak lebih marah. Lagi.
Berbagai macam reaksimu muncul sebagai gambaran-gambaran di pikiranku
Tapi, tanganku tidak mampu untuk menuliskannya di kotak pesan.

Aku kangen dengar suaramu mas.
Kangen telpon malam sebelum tidur.
Kangen bertegur sapa, bertukar kabar denganmu.
Bercerita tentang bagaimana hari ini kamu lalui atau sekadar mengucapkan selamat malam.
Tapi, aku bahkan tidak berani untuk meminta ijin "Mas, aku boleh telpon malam ini? "

Aku terluka setiap kali tidak mendapat balasan darimu.
Aku terluka setiap kali diabaikan olehmu.
Aku terluka setiap kali membayangkan rasa kangen ini hanya sepihak.

Hari ini sekali lagi aku belajar mengendalikan pikiranku dan menyadari tidak selamanya pikiran harus menjadi kenyataan.
Tapi, aku tahu perasaan ini nyata.
"Mas, aku kangen."