Industri event organizer (EO) merupakan salah satu sektor jasa yang terus berkembang di Indonesia. Perusahaan penyelenggara acara berperan penting dalam membantu individu, lembaga, maupun korporasi mewujudkan kegiatan profesional, mulai dari seminar, pameran, hingga konser.

 

Namun, di balik kesuksesan penyelenggaraan acara, terdapat aspek penting yang sering kali terlupakan, yaitu kewajiban perpajakan. Mengetahui cara menghitung pajak event organizer secara benar adalah langkah krusial agar usaha tetap patuh hukum sekaligus efisien secara finansial.

 

Banyak penyelenggara acara yang masih bingung dalam menentukan jenis pajak yang dikenakan serta bagaimana cara perhitungannya. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas regulasi pajak di sektor jasa, di mana setiap jenis kegiatan bisa memiliki perlakuan pajak yang berbeda.

 

Oleh karena itu, memahami mekanisme perhitungan pajak EO tidak hanya membantu menghindari sanksi, tetapi juga menjadi strategi dalam manajemen keuangan yang lebih cerdas.

Jenis Pajak yang Berlaku untuk Event Organizer

Secara umum, event organizer termasuk dalam kategori usaha jasa. Oleh karena itu, EO memiliki beberapa kewajiban pajak yang harus dipenuhi, baik sebagai pengusaha maupun sebagai pihak pemotong pajak. Jenis pajak yang berlaku meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), dan pajak daerah tertentu jika kegiatan dilakukan di wilayah tertentu.

  1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    EO wajib mengenakan PPN sebesar 11% atas jasa yang diberikan kepada klien apabila sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN ini dikenakan atas jasa penyelenggaraan acara, termasuk perencanaan, produksi, dan pengelolaan kegiatan. EO harus menerbitkan faktur pajak dan menyetorkan PPN yang telah dipungut ke kas negara.

  2. Pajak Penghasilan (PPh) Badan
    EO berbadan hukum wajib membayar PPh Badan atas laba bersih yang diperoleh. Tarif umum PPh Badan saat ini adalah 22%. Namun, bagi usaha kecil dan menengah (UKM) dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun, dapat menggunakan tarif final 0,5% dari omzet sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.

  3. PPh Pasal 23
    Ketika EO menggunakan jasa pihak ketiga, seperti sewa alat, honorarium pembicara, atau jasa dokumentasi, maka EO berkewajiban memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto yang dibayarkan.

  4. PPh Pasal 21
    Untuk karyawan atau pekerja lepas yang terlibat dalam penyelenggaraan acara, EO wajib memotong PPh Pasal 21 sesuai ketentuan yang berlaku.

Langkah-langkah Menghitung Pajak Event Organizer

Menghitung pajak EO memerlukan pemahaman mendalam tentang struktur pendapatan dan biaya yang dikeluarkan. Berikut langkah-langkah yang dapat dijadikan panduan:

  1. Identifikasi Semua Pendapatan
    Catat semua pendapatan dari proyek atau acara yang diselenggarakan, termasuk jasa utama dan tambahan seperti penyewaan alat, dekorasi, dan konsumsi.

  2. Pisahkan Pendapatan Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak
    Beberapa jenis jasa mungkin tidak termasuk objek PPN, misalnya kegiatan sosial tertentu. Pastikan EO melakukan klasifikasi dengan tepat agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaporan.

  3. Hitung PPN Keluaran dan Masukan
    PPN keluaran adalah PPN yang dipungut dari klien, sedangkan PPN masukan adalah PPN yang dibayar atas pembelian barang atau jasa terkait penyelenggaraan acara. Jumlah yang harus disetorkan adalah selisih antara PPN keluaran dan PPN masukan.

  4. Hitung Laba Bersih untuk PPh Badan
    Setelah seluruh pendapatan dan biaya operasional dicatat, laba bersih dapat dihitung. Dari laba bersih inilah PPh Badan 22% dikenakan.

  5. Lakukan Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 21 dan 23
    Pastikan EO telah memotong pajak atas pembayaran ke pihak ketiga atau tenaga kerja, kemudian menyetorkannya ke negara sesuai jadwal.

Contoh Perhitungan Pajak Event Organizer

Sebagai ilustrasi, misalkan sebuah EO di Jawa Tengah memperoleh kontrak acara senilai Rp200.000.000. Biaya operasional yang dikeluarkan sebesar Rp100.000.000. EO juga menggunakan jasa fotografer freelance dengan honor Rp10.000.000.

  1. PPN: 11% × Rp200.000.000 = Rp22.000.000 (dipungut dari klien dan disetorkan).

  2. PPh Pasal 23 (jasa fotografer): 2% × Rp10.000.000 = Rp200.000 (dipotong oleh EO).

  3. PPh Badan: Laba bersih = Rp200.000.000 – Rp100.000.000 = Rp100.000.000. 22% × Rp100.000.000 = Rp22.000.000.

Dengan demikian, EO memiliki kewajiban pajak total yang terdiri atas setoran PPN Rp22.000.000, PPh Pasal 23 Rp200.000, dan PPh Badan Rp22.000.000.

Tantangan Kepatuhan Pajak bagi Event Organizer

Meski terkesan sederhana, praktiknya banyak EO menghadapi kesulitan dalam pemenuhan kewajiban pajak. Kesalahan umum terjadi karena minimnya pemahaman terhadap regulasi terbaru dan kurangnya dokumentasi transaksi. Beberapa tantangan yang sering dihadapi antara lain:

  • Kesulitan dalam mencatat transaksi secara rinci.

  • Kurangnya pengetahuan tentang klasifikasi objek pajak.

  • Keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan pajak.

  • Ketidaksesuaian antara faktur pajak dengan laporan keuangan.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, banyak EO di wilayah Jawa Tengah kini mulai bekerja sama dengan konsultan pajak profesional, salah satunya ISB Consultant. Melalui layanan konsultasi pajak di Semarang, para pelaku usaha dapat memperoleh pendampingan mulai dari perencanaan hingga pelaporan pajak dengan lebih efisien dan akurat.

Manfaat Menggunakan Jasa Konsultan Pajak

Menggunakan jasa konsultan pajak memberikan berbagai keuntungan bagi EO. Selain membantu menghitung dan melaporkan pajak dengan benar, konsultan pajak juga dapat memberikan strategi efisiensi fiskal tanpa melanggar ketentuan. Beberapa manfaat lainnya antara lain:

  • Meminimalkan risiko sanksi administrasi.

  • Menjamin kepatuhan terhadap regulasi perpajakan terbaru.

  • Membantu optimalisasi cash flow melalui perencanaan pajak.

  • Memberikan edukasi pajak bagi staf internal EO.

Strategi Manajemen Pajak untuk Event Organizer

Agar pengelolaan pajak menjadi lebih efektif, event organizer dapat menerapkan beberapa strategi berikut:

  1. Gunakan sistem pembukuan digital untuk mencatat seluruh pemasukan dan pengeluaran secara transparan.

  2. Rutin melakukan rekonsiliasi pajak antara laporan keuangan dan data faktur pajak.

  3. Melakukan review pajak tahunan dengan bantuan konsultan profesional.

  4. Memastikan dokumentasi lengkap untuk setiap transaksi yang berhubungan dengan pajak.

Dengan menerapkan strategi ini, EO tidak hanya menjaga kepatuhan pajak tetapi juga membangun reputasi bisnis yang kredibel di mata klien maupun otoritas pajak.